Di bawah ini adalah satu karyaku berupa opini. Judulnya “Fenomena Sekolah Homogen”. Alasanku mengambil tema ini karena aku rasa masyarakat perlu tahu mengenai fenomena yang terjadi pada sekolah homogen saat ini. Ada pandangan positif maupun negatif. Aku merupakan bagian dari sekolah homogen, jadi aku rasa memang perlu untuk mengungkapkan fenomena tersebut.
Opini ini merupakan karyaku yang berhasil meloloskan aku dari tes seleksi Kru Rubrik Kaca Kedaulatan Rakyat, Januari 2012. Bahasanya masih amburadul, belum tajam, dan sangat sederhana. But, dalam waktu dekat ini aku sedang memperbaikinya dan menyutingnya menjadi sebuah buku. Doakan dan tunggu saja :)
Fenomena Sekolah Homogen
Jenis sekolah bervariasi macamnya. Diantaranya adalah sekolah homogen yang dikenal sebagai pendidikan non koedukasi (non co-education) dan sekolah heterogen yang dikenal sebagai pendidikan koedukasi (co-education). Fenomena yang terjadi saat ini adalah sekolah heterogen lebih laris atau lebih diminati para remaja sekarang. Alasan para remaja lebih memilih bersekolah di sekolah heterogen adalah mereka ingin lebih mengerti karakter laki-laki dan perempuan. Sehingga sekolah homogen harus lebih pintar berpromosi agar peminatnya banyak.
Sekolah homogen sering dipandang negatif oleh masyarakat. Banyak pandangan mengatakan bahwa
bersekolah di sekolah homogen itu kurang menarik, kurang bersemangat, tidak bisa refreshing dan cuci mata. Karena di masa-masa remaja yang dianggap masa paling indah dan tidak akan bisa terulang lagi, berpacaran memang diperlukan oleh remaja sebagai motivasi belajar. Pandangan negatif lainnya adalah terjadinya penyimpangan seksual. Bagi pria yang mentalnya tidak siap untuk bertemu dengan sesama jenis terus selama di lingkungan sekolah, bisa jadi virus pejaka lemah gemulai akan merasuk. Sebaliknya dengan wanita juga demikian. Resiko terjadinya penyimpangan homoseksual dan lesbian juga rentan terjadi. Sehingga hal tersebut meresahkan para orang tua apabila mulai muncul tanda-tanda penyimpangan pada anak mereka. Di sekolah homogen juga terjadi persaingan yang kurang sehat dan siswa yang saling membuat kelompok atau genk. Karena tidak ada lawan jenis yang bisa dijadikan sebagai penengah, sehingga sering terjadi konflik diantara siswa satu dengan siswa lainnya.
Menanggapi pandangan tersebut, saya ingin menyampaikan aspirasi saya bahwa sekolah homogen memiliki nilai positif yang banyak. Sehingga orang jangan memandang sekolah homogen sebelah mata. Sesungguhnya sekolah homogen memiliki manfaat atau nilai positif yang lebih banyak dibanding dengan sekolah heterogen. Tetapi masyarakat kurang jeli terhadap hal tersebut. Di sekolah homogeny kita lebih bebas berekspresi dan tidak malu-malu. Pada remaja yang biasanya terjadi adalah sikap malu berekspresi apabila ada lawan jenis. Mereka takut melakukan hal yang salah dan memalukan di depan lawan jenis, terutama dengan lawan jenis yang mereka sukai. Nilai positif lainnya adalah nilai ketergantungan di sekolah homogen lebih rendah dibanding di sekolah heterogen. Karena di sekolah homogen tidak mengandalkan lawan jenis, sehingga terbentuk sifat mandiri tersebut. Yang berguna sebagai bekal di perguruan tinggi nanti. Salah satu contoh, sekolah homogen wanita akan mengadakan sebuah event besar. Mereka melakukan semuanya sendiri, tanpa bantuan lawan jenis. Dimulai dari hal yang paling kecil, yaitu mengangkut barang-barang. Sampai hal yang paling besar, yaitu menjadi seorang pemimpin. Hal itu membuat mereka menjadi lebih mandiri.
Selain itu, siswa juga lebih fokus dan berkonsentrasi ke sekolah untuk belajar. Bukan karena mau melihat lawan jenis. Sehingga yang terjadi persaingan satu sama lain sangat ketat dan pembentukan identitas diri lebih kuat. Guru yang mengajar juga menerapkan sistem dan pola yang berbeda. Guru menyesuaikan dan menerapkan pola mengajar sesuai dengan jenis kelamin anak didiknya. Untuk pandangan yang mengatakan bahwa bersekolah di sekolah homogen itu kurang menarik, kurang bersemangat, tidak bisa refreshing dan cuci mata, itu semua kembali kepada pribadi masing-masing. Kembali kepada apa yang menjadi tujuan utama kita sekolah. Kalau tujuan utama kita untuk menuntut ilmu, pasti lah hal-hal tersebut tidak menjadi hambatan kita selama di sekolah. Memang, ada kalanya kita merasa bosan dan perlu bersosialisasi dengan lawan jenis. Ada benarnya juga, bahwa berpacaran di masa remaja memang diperlukan sebagai motivasi belajar. Tapi semua itu bisa diatasi, dengan cara mencari teman lawan jenis di luar sekolah. Misalnya di sekolah lain, di gereja, di masjid, di organisasi, atau dalam kegiatan positif lainnya. Cara tersebut memiliki keuntungan, keuntungannya tidak mengganggu konsentrasi belajar di sekolah dan menambah teman sebanyak-banyaknya dari lingkup yang lebih luas. Untuk masalah terjadinya penyimpangan seksual, kita harus pintar-pintar menjaga pergaulan dan membentengi diri. Jangan mudah terpengaruh dan ikut-ikutan dalam bergaul.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wanita akan lebih baik berada di sekolah homogen daripada di sekolah heterogen, baik dari segi akademis maupun konsep diri (Maersh, 2004; Kayes, 2004; Schemo, 2004; Takahashi, 1997). Carpenter (Dalam Takahashi, 1997) ketidakhadiran siswa dengan jenis kelamin yang berbeda sebagai teman bersaing merupakan suatu hal yang penting dalam membentuk identitas seksual dan pekerjaan individu di masa depan. Berkaitan dengan perkembangan identitas diri remaja putri, sekolah homogen dapat membantu mengatasi hambatan dari stereotype budaya dan ekspektasi sosial. Sekolah homogen memberikan kesempatan yang lebih luas pada remaja putri untuk melakukan eksplorasi identitas ideologi dan interpersonal, dibanding dengan sekolah homogen.
Bersekolah di sekolah homogen memang memiliki banyak manfaat dibanding bersekolah di sekolah heterogen. Tetapi bukan berarti bersekolah di sekolah heterogen manfaatnya tidak banyak. Semuanya sama, dan semuanya kembali kepada pribadi masing-masing. Semua tidak menjamin kesuksesan apabila kita sendiri tidak memliki tekad dan usaha. Jika tujuan kita bersekolah untuk mencari ilmu dan sukses, pasti lah kita akan sukses. Entah kita bersekolah di sekolah homogen maupun heterogen. Tetapi di sini, saya hanya ingin meluruskan pandangan masyarakat selama ini terhadap sekolah homogen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar