Cynth's Project
This is my life. My projects in my life. And I'm enjoy with my life.
Minggu, 05 Mei 2013
Kamis, 06 Desember 2012
Project
Judul foto: Aku Cina, Kamu Papua, KIta Bersaudara
Karya: Cynthia Cecilia
Model: Monika Atin dan Ells Belle
Pameran Fotografi SALT USD 2012 3-8 Desember 2012
@Student Hall, BAA dan Hall Paingan
Senin, 03 Desember 2012
My Song, My Feel
Seperti biasa, setiap menduduki kelas XI di sekolahku, guru seniku selalu memberikan tugas yang bisa dibilang gampang-gampang susah. Hmm… Membuat sebuah lagu, kemudian rekaman. Waaw! Itu project yang sangat luar biasa menurutku. Jadi, waktu itu aku tidak langsung mengerjakan tugas itu (Yap, aku menundanya). Dan tiba saatnya kurang beberapa hari rekaman, aku baru mengerjakannya. Aku mengerjakannya dalam waktu 2 hari. Dengan bantuan pacar kakakku, seorang mahasiswa ISI Yogyakarta yang jago menyanyi dan memainkan hampir semua alat musik. Awalnya aku ingin menyanyikannya sendiri, karena hampir semua temanku di kelas menyanyikannya sendiri. Tapi, aku rasa suaraku tidak cocok dengan lagu yang aku buat. Lalu rencana kedua, kakakku yang menyanyikannya. Dan ternyata suara kakakku juga tidak cocok. Alhasil, lagu ini akhirnya dinyanyikan oleh pacar kakakku. Inspirasi lagu ini berasal dari seseorang yang tidak akan disebutkan di sini, hmm. If you want to listen to my songs, you can download at: http://www.4shared.com/mp3/gJHt4Wb4/C2_-_Cynthia_Cecilia_-_Ill_Fin.html
I’ll Find You
Lirik: Cynthia Cecilia
Vocal: Ariston Barus
Kamu memang mengagumkan
Sikapmu yang dingin itu
Sangat mencuri hatiku
Yang sedang merasa sepi
Saat kamu menyapaku
Tak karuan hati ini
Ingin rasanya diriku
Menjadi kekasihmu
Reff:
I’ll find you… I’ll find you…
I feel you’re my destiny… Yeah..
I’ll find you… I’ll find you…
Cause you’re my destiny
Back to Reff
Find you… Find you…
I’m happy now
Find you… Find you…
You’re my destiny
New Experience
This is my lucky! Yeaah… Waktu itu aku ditawari buat mengikuti lomba foto jurnalistik oleh salah seorang teman gerejaku yang kuliah di Arsitektur, UKDW. Yang aku pikirkan, pertama aku merasa nggak jago memfoto, I think that I’m a journalist not a photographer. Aku nggak pernah mengikuti lomba fotografi. Kalau lomba jurnalistik, nggak perlu disuruh aku pasti ikut. Kedua, dari segi kamera jelas aku kalah. Kamera gue bukan SLR atau DSLR men -__- Tapi setelah “Kak Claussie” teman gerejaku itu meyakinkan, kalau seorang Cynthia pasti bisa dan tidak ada salahnya mencoba, akhirnya aku memberanikan diri untuk ikut. Hanya memfoto sebuah pameran foto disertai keterangan berita jurnalistiknya sedikit. So, I must do it!
Alasan mau ikut simple sih… Mau nyoba aja, siapa tahu menang terus nggondol hadiahnya. Lumayan buat nambah sertifikat pula. Alasan kedua, aku mau menyenangkan hati seorang teman yang sedang bersusah payah menjadi panitia sebuah event di kampusnya :’) Kak Claussie itu teman satu paduan suara di gereja, teman satu Gerakan Pemuda di Gereja, dan kita sama-sama anggota multimedia GPIB Marga Mulya Yogyakarta yang harus saling bahu membahu setiap saat :’) Dan alasan yang terakhir adalah… Lombanya gratis!!! Yeee *joget-joget di kolong kasur*
Alhasil, aku jadi ikut lomba itu. Awalnya nggak yakin, dan soal ide sangat blong. Dan ternyata kamera digitalku
pun sedang rusak waktu itu :’( Tapi, menyerah sebelum bertanding itu hukumnya haram. Akhirnya aku mencoba merayu sahabatku tercinta yang sudah sangat bersahabat denganku sejak SMP, Dhalia. Aku tahu kalau kita sama-sama mata duitan. Ikut lomba alasan utamanya adalah buat cari duit hahaha (whatever). Aku mencoba merayunya untuk ikut, dan dia mau ikut juga akhirnya! (Aku bisa sekalian nebeng kameranya :p). Hari pertama kita hunting foto, hasilnya: NIHIL. Nggak ada inspirasi. Hasil foto blur. Cukup mengecewakan dan
sempat bikin putus asa. Ditambah Dhalia juga bad mood mendadak karena BBnya yang rusak. Suasana jadi nggak enak. Aku ngomong A, dia jawabnya B. Aku ngomong B, dia jawabnya Z. Akhirnya aku cuma bisa duduk lesehan sambil termenung di sekitar pameran. Sempat dilihat oleh beberapa mahasiswa UKDW, tapi nggak peduli. Lima menit berlalu… Sepuluh menit berlalu… Belum juga ada inspirasi. Jepret sana, jepret sini. jepret pameran, jepret karnaval yang sedang berlangsung di UKDW. Hasilnya masih tetap kacau. Akhirnya kita memutuskan untuk pulang, dan masih belum tahu kapan kembali lagi ke UKDW untuk hunting foto lagi.
Selang beberapa hari, kita coba untuk hunting foto lagi. Kali ini aku dan Dhalia lebih bersemangat. Sesampainya
di UKDW, kita langsung jepret sana jepret sini. Saling memberi masukan. Dan… Aku sangat senang. Karena menemukan salah satu foto yang bikin sreg. Dan ternyata fotoku berhasil jadi juara III, thanks God! Senangnya dobel, karena setelah itu aku mendapatkan seorang guru fotografi yang sudah jago banget, beliau alumni guru fotografi di SMA Kolose De Britto, aku dan Dhalia biasa manggil dia "Babe" :)) Beliau teman bokapnya Dhalia. Dan pertama ketemu, aku merasa sudah ada chemistry dengan beliau. Yeaah, ini bisa dibilang sebagai "New Experience" aku semakin tertarik dan bersemangat dengan fotografi. Padahal awalnya aku hanya tertarik dengan jurnalistik. Tapi, tanpa fotografi, jurnalistik bagaikan sayur tanpa garam ;) Right!
Suasana Techinal Meeting
Ini foto narsis yang sebenarnya salah. Kata babe, kalau gaya fotoku gitu... Berarti menunjukkan kalau foto di belakang itu karyaku -__- haha I'm sorry, I understand now.
Ini karyaku yang berhasil menjadi juara III.
Model: Dhalia Ndaru Herlusiatri Rahayu
Kamera: Sahitel
Deskripsi: Seorang pengunjung pameran foto "VASTU 2012" yang dilaksanakan di UKDW pada 19 September 2012 - 26 September 2012 sedang mengapresiasi salah satu karya foto hasil jepretan Yohannes Wiryawan
yang berjudul "Fort Rotterdam Castle" pada Selasa malam 25/09 kemarin. Karya tersebut sangat unik. Karena mencampurkan hasil arsitektur Indonesia yang bercampur dengan Belanda. Padahal VASTU sendiri berciri khas menampilkan hasil karya arsitektur Indonesia saja.
yang berjudul "Fort Rotterdam Castle" pada Selasa malam 25/09 kemarin. Karya tersebut sangat unik. Karena mencampurkan hasil arsitektur Indonesia yang bercampur dengan Belanda. Padahal VASTU sendiri berciri khas menampilkan hasil karya arsitektur Indonesia saja.
My Opinions
Di bawah ini adalah satu karyaku berupa opini. Judulnya “Fenomena Sekolah Homogen”. Alasanku mengambil tema ini karena aku rasa masyarakat perlu tahu mengenai fenomena yang terjadi pada sekolah homogen saat ini. Ada pandangan positif maupun negatif. Aku merupakan bagian dari sekolah homogen, jadi aku rasa memang perlu untuk mengungkapkan fenomena tersebut.
Opini ini merupakan karyaku yang berhasil meloloskan aku dari tes seleksi Kru Rubrik Kaca Kedaulatan Rakyat, Januari 2012. Bahasanya masih amburadul, belum tajam, dan sangat sederhana. But, dalam waktu dekat ini aku sedang memperbaikinya dan menyutingnya menjadi sebuah buku. Doakan dan tunggu saja :)
Fenomena Sekolah Homogen
Jenis sekolah bervariasi macamnya. Diantaranya adalah sekolah homogen yang dikenal sebagai pendidikan non koedukasi (non co-education) dan sekolah heterogen yang dikenal sebagai pendidikan koedukasi (co-education). Fenomena yang terjadi saat ini adalah sekolah heterogen lebih laris atau lebih diminati para remaja sekarang. Alasan para remaja lebih memilih bersekolah di sekolah heterogen adalah mereka ingin lebih mengerti karakter laki-laki dan perempuan. Sehingga sekolah homogen harus lebih pintar berpromosi agar peminatnya banyak.
Sekolah homogen sering dipandang negatif oleh masyarakat. Banyak pandangan mengatakan bahwa
bersekolah di sekolah homogen itu kurang menarik, kurang bersemangat, tidak bisa refreshing dan cuci mata. Karena di masa-masa remaja yang dianggap masa paling indah dan tidak akan bisa terulang lagi, berpacaran memang diperlukan oleh remaja sebagai motivasi belajar. Pandangan negatif lainnya adalah terjadinya penyimpangan seksual. Bagi pria yang mentalnya tidak siap untuk bertemu dengan sesama jenis terus selama di lingkungan sekolah, bisa jadi virus pejaka lemah gemulai akan merasuk. Sebaliknya dengan wanita juga demikian. Resiko terjadinya penyimpangan homoseksual dan lesbian juga rentan terjadi. Sehingga hal tersebut meresahkan para orang tua apabila mulai muncul tanda-tanda penyimpangan pada anak mereka. Di sekolah homogen juga terjadi persaingan yang kurang sehat dan siswa yang saling membuat kelompok atau genk. Karena tidak ada lawan jenis yang bisa dijadikan sebagai penengah, sehingga sering terjadi konflik diantara siswa satu dengan siswa lainnya.
Menanggapi pandangan tersebut, saya ingin menyampaikan aspirasi saya bahwa sekolah homogen memiliki nilai positif yang banyak. Sehingga orang jangan memandang sekolah homogen sebelah mata. Sesungguhnya sekolah homogen memiliki manfaat atau nilai positif yang lebih banyak dibanding dengan sekolah heterogen. Tetapi masyarakat kurang jeli terhadap hal tersebut. Di sekolah homogeny kita lebih bebas berekspresi dan tidak malu-malu. Pada remaja yang biasanya terjadi adalah sikap malu berekspresi apabila ada lawan jenis. Mereka takut melakukan hal yang salah dan memalukan di depan lawan jenis, terutama dengan lawan jenis yang mereka sukai. Nilai positif lainnya adalah nilai ketergantungan di sekolah homogen lebih rendah dibanding di sekolah heterogen. Karena di sekolah homogen tidak mengandalkan lawan jenis, sehingga terbentuk sifat mandiri tersebut. Yang berguna sebagai bekal di perguruan tinggi nanti. Salah satu contoh, sekolah homogen wanita akan mengadakan sebuah event besar. Mereka melakukan semuanya sendiri, tanpa bantuan lawan jenis. Dimulai dari hal yang paling kecil, yaitu mengangkut barang-barang. Sampai hal yang paling besar, yaitu menjadi seorang pemimpin. Hal itu membuat mereka menjadi lebih mandiri.
Selain itu, siswa juga lebih fokus dan berkonsentrasi ke sekolah untuk belajar. Bukan karena mau melihat lawan jenis. Sehingga yang terjadi persaingan satu sama lain sangat ketat dan pembentukan identitas diri lebih kuat. Guru yang mengajar juga menerapkan sistem dan pola yang berbeda. Guru menyesuaikan dan menerapkan pola mengajar sesuai dengan jenis kelamin anak didiknya. Untuk pandangan yang mengatakan bahwa bersekolah di sekolah homogen itu kurang menarik, kurang bersemangat, tidak bisa refreshing dan cuci mata, itu semua kembali kepada pribadi masing-masing. Kembali kepada apa yang menjadi tujuan utama kita sekolah. Kalau tujuan utama kita untuk menuntut ilmu, pasti lah hal-hal tersebut tidak menjadi hambatan kita selama di sekolah. Memang, ada kalanya kita merasa bosan dan perlu bersosialisasi dengan lawan jenis. Ada benarnya juga, bahwa berpacaran di masa remaja memang diperlukan sebagai motivasi belajar. Tapi semua itu bisa diatasi, dengan cara mencari teman lawan jenis di luar sekolah. Misalnya di sekolah lain, di gereja, di masjid, di organisasi, atau dalam kegiatan positif lainnya. Cara tersebut memiliki keuntungan, keuntungannya tidak mengganggu konsentrasi belajar di sekolah dan menambah teman sebanyak-banyaknya dari lingkup yang lebih luas. Untuk masalah terjadinya penyimpangan seksual, kita harus pintar-pintar menjaga pergaulan dan membentengi diri. Jangan mudah terpengaruh dan ikut-ikutan dalam bergaul.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wanita akan lebih baik berada di sekolah homogen daripada di sekolah heterogen, baik dari segi akademis maupun konsep diri (Maersh, 2004; Kayes, 2004; Schemo, 2004; Takahashi, 1997). Carpenter (Dalam Takahashi, 1997) ketidakhadiran siswa dengan jenis kelamin yang berbeda sebagai teman bersaing merupakan suatu hal yang penting dalam membentuk identitas seksual dan pekerjaan individu di masa depan. Berkaitan dengan perkembangan identitas diri remaja putri, sekolah homogen dapat membantu mengatasi hambatan dari stereotype budaya dan ekspektasi sosial. Sekolah homogen memberikan kesempatan yang lebih luas pada remaja putri untuk melakukan eksplorasi identitas ideologi dan interpersonal, dibanding dengan sekolah homogen.
Bersekolah di sekolah homogen memang memiliki banyak manfaat dibanding bersekolah di sekolah heterogen. Tetapi bukan berarti bersekolah di sekolah heterogen manfaatnya tidak banyak. Semuanya sama, dan semuanya kembali kepada pribadi masing-masing. Semua tidak menjamin kesuksesan apabila kita sendiri tidak memliki tekad dan usaha. Jika tujuan kita bersekolah untuk mencari ilmu dan sukses, pasti lah kita akan sukses. Entah kita bersekolah di sekolah homogen maupun heterogen. Tetapi di sini, saya hanya ingin meluruskan pandangan masyarakat selama ini terhadap sekolah homogen.
Minggu, 02 Desember 2012
Say Hello!
Hello, I'm Cynthia Cecilia. Call me 'Cynth'! Now, I'm a student of Senior High School. I love about journalistic, cinematography, and photography. In my blog, I'll share about it and some my work. If you also interested about it, and want discuss with me, you can contact me in: cynthcecilia@yahoo.com or please comment my post.
Enjoy it! :)
Enjoy it! :)
Langganan:
Postingan (Atom)